Entri Populer

Rabu, 04 Mei 2011

wajib belajar (dasar-dasar pendidikan)

 

1.1 Latar Belakang

 

Wajib belajar merupakan salah satu program yang gencar digalakkan oleh Departemen Pendidikan Nasional . Program ini mewajibkan setiap warga negara Indonesia untuk bersekolah selama 9 (sembilan) tahun pada jenjang pendidikan dasar, yaitu dari tingkat kelas 1 Sekolah Dasar (SD) atau Madrasah Ibtidaiyah (MI) hingga kelas 9 Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau Madrasah Tsanawiyah (MTs).

Awalnya Program Wajib Belajar di Indonesia dimaknai sebagai pemberian kesempatan belajar seluas-luasnya kepada setiap warga ne­gara untuk mengikuti pendidikan sampai dengan tingkat pendidikan tertentu .

Ditinjau dari dimensi pembangunan nasional secara ke­seluruhan, Program Wajib Belajar merupakan salah satu bentuk kebijakan nasional dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Meskipun secara makro, peningkatan sumber daya manusia tersebut juga mencakup aspek sosial dan ekonomi, namun dimensi utama dan kuncinya adalah pendidikan.

Dalam rangka meningkatkan dan mengembangkan kua­litas sumber daya manusia Indonesia tersebut, sistem pen­didikan nasional harus dapat memberikan pendidikan da­sar bagi setiap warga negara agar masing-masing mem­peroleh sekurang-kurangnya pengetahuan dan kemampu­an dasar yang diperlukan untuk dapat berperan serta da­lam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Oleh karena itu, Program Wajib Belajar mendesak untuk dilaksanakan sehubungan dengan tuntutan untuk me­ningkatkan kualitas sumber daya manusia sebagai salah satu aset dan potensi utama pembangunan nasional.

Menyadari betapa besar dan penting peran pendidikan dalam peningkatan dan pengembangan kualitas sumber daya manusia, Pemerintah mengambil langkah antisipatif dengan pencanangan dan pemberlakuan Program Wajib Belajar bagi setiap warga negara. Pada tahap awal Pe­merintah telah mencanangkan Program Wajib Belajar 6 Tahun yang pada dasarnya merupakan prasyarat umum bahwa setiap anak usia sekolah dasar (7-12 tahun) harus dapat membaca, menulis, dan berhitung.

Program Wajib Belajar 6 Tahun yang dicanangkan Pe­merintah pada PELITA III tersebut telah memberikan dam­pak positif dan hasil yang menggembirakan, terutama pa­da percepatan pemenuhan kualitas dasar manusia Indo­nesia. Salah satu hasil yang paling mencolok dirasakan, bahwa Program Wajib Belajar 6 Tahun tersebut telah mam­pu menghantarkan Angka Partisipasi (Murni) Sekolah. Dalam rangka memperluas kesempatan pendidikan bagi seluruh warga negara dan juga dalam upaya meningkat­kan kualitas sumber daya manusia Indonesia, Pemerintah melalui PP No. 28/1990 tentang Pendidikan Dasar menetapkan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun. Orientasi dan prioritas kebijakan tersebut, antara lain: (1) penuntasan anak usia 7-12 tahun untuk Sekolah Dasar (SD), (2) penuntasan anak usia 13-15 tahun untuk SLTP, dan (3) pendidikan untuk semua (educational for all).

 

Landasan Yuridis yang mengatur  pendidikan dasar adalah :

RUU Sisdiknas tentang kewajiban tiap warga mengikuti pendidikan dasar dan kewajiban pemerintah menyelenggarakan pendidikan dasar bagi setiap warga secara gratis.

Pasal & (1), Pasal 29 (1) dan (2)

Batang tubuh , pasal 31 UUD 1945 lebih tegas lagi menyatakan menjadi :

(1)   Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan;

(2)   Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib        membiayainya;

(3)   Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan Undang-Undang

(4)   Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.

(5)   Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia

 

d)  Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang gerakan nasional yang dicanangkan      Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tentang percepatan penuntasan buta aksara dan wajib belajar sembilan tahun

e)  Peraturan Daerah no. 1 tahun 2007 tentang Pendidikan di Jawa Tengah

 

1.2 Masalah

Bagaimana pelaksanaan pendidikan dasar 9 tahun di provinsi Jawa Tengah ?

Secara nasional pemerintah mencanangkan tuntas wajib belajar sembilan tahun pada 2009, tapi Jateng berkomitmen untuk lebih awal yakni 2007. Ketuntasan di Jateng merupakan akumulasi kesuksesan pelaksanaan pendidikan di kabupaten/kota . Namun nyatanya program ini sepenuhnya berhasil. Mengingat masih ada 2.98% penduduk yang belum bisa baca/tulis.

Penuntasan Wajar Dikdas sangat berkait akurasi data yang dimiliki pemerintah kabupaten/kota. Sebab, daerah kota biasanya menjadi tujuan siswa yang bertempat tinggal dari kabupaten lain. Maka, kalau tak dilakukan pendataan secara cermat akan memengaruhi pelaksanaan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun.

Untuk memperkecil jumlah siswa yang drop out, pemerintah menelurkan program Bantuan Operasional Sekolah (BOS), beasiswa bakat dan prestasi, beasiswa bagi siswa kurang mampu, dan beasiswa BKM.

Jumlah penduduk Jateng yang masih mengalami buta huruf mencapai 3.621.341 orang atau sekitar 11% dari penduduk Jateng. Dari jumlah itu, 2.875.294 orang merupakan kelompok masyarakat berusia 45 tahun ke atas. Disusul kelompok usia 10-44 tahun yang jumlahnya mencapai 746.047 orang.

Prioritas utama penuntasan buta huruf difokuskan pada penduduk usia 10-44 tahun

 

1.3 Identifikasi Masalah

Ketidak berhasilan wajib belajar 9 tahun antara lain disebabkan oleh :

Pertama, jumlah sekolah setingkat SMP/MTs terbatas dibandingkan sasaran wajar 9 tahun.

Kedua, Sasaran wajar 9 tahun lebih banyak terdapat di pedesaan yang jauh dari lembaga pendidikan formal tingkat SMP/MTs

upaya untuk memberdayakan siswa maupun guru, juga tidak terlihat misalnya saja untuk beasiswa yang ternyata juga tidak maksimal , termasuk juga peningkatan sumber daya manusia (SDM) untuk guru , kesadaran para guru dan calon guru bahwa tenaga mereka dibutuhkan di pelosok, jangan hanya mencari pekerjaan di kota besar

Kurangnya kesadaran orangtua untuk membiayai pendidikan

Rendahnya mutu pendidikan dasar yang diukur berdasarkan Nilai Ebtanas Murni (NEM) sebagai salah satu indikator mutu pendidikan

Kondisi wajib belajar khususnya di daerah belum berjalan dengan efektif.

Faktor keberhasilan wajib belajar 9 tahun antara lain dikarenakan :

banyaknya  industri yang muncul dan merekrut karyawannya dengan standar pendidikan minimal SMP Hal ini yang mendorong masyarakat harus sekolah hingga tamat SMP sederajat

kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan cukup tinggi

Munculnya sekolah-sekolah di tengah masyarakat terutama di pedesaan, dapat  memudahkan masyarakat untuk mengakses pendidikan.

dorongan para pendidik dan pengelola, baik untuk pendidik formal maupun non formal untuk mengajak masyarakat sadar akan pentingnya pendidikan.

Tingginya partisipasi pendidikan sebenarnya lebih dipicu oleh tumbuhnya kesadaran masyarakat sendiri tentang arti penting pendidikan, baik untuk perubahan derajat hidup maupun prestise.

kondisi geografis daerah yang subur dan mudah bercocok tanam untuk memperoleh penghasilan

sistem pengelolaan pendidikan yang baik

Hasil bumi seperti tambang minyak dan objek wisata mampu memberi kas tersendiri bagi masnyarakat

 

 Pembatasan masalah

 

Bagaimana pelaksanaan pendidikan dasar 9 tahun di Kota Semarang Provinsi Jawa Tengah ? ( pembahasan terlampir )

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

Jumlah penduduk Jateng yang masih mengalami buta huruf mencapai 3.621.341 orang atau sekitar 11% dari penduduk Jateng. Dari jumlah itu, 2.875.294 orang merupakan kelompok masyarakat berusia 45 tahun ke atas. Disusul kelompok usia 10-44 tahun yang jumlahnya mencapai 746.047 orang.

''Masih adanya penduduk yang buta huruf menjadikan HDI (Human Development Index--Red) kita masih terpuruk. Maka, selain penuntasan wajib belajar, penurunan angka putus sekolah, dan pemberantasan buta huruf juga menjadi prioritas Dinas P dan K Jateng,'' imbuhnya.

Hingga akhir 2004, penduduk buta huruf yang sudah tergarap mencapai 14.800 orang. Mereka belajar melalui 285 PKM dan 1.715 kursus pendidikan luar sekolah masyarakat. Prioritas utama penuntasan buta huruf difokuskan pada penduduk usia 10-44 tahun. (H7-18v)

Data statistik Jawa Tengah dalam Angka Tahun 2002 menujukkan bahwa jumlah lembaga pendidikan formal SMP/MTs tak sebanding dengan jumlah SD/MI. Jumlah SD/MI di Pati mencapai 947 sekolah, sedangkan jumlah SMP/MTs hanya mencapai 188. Demikian pula jumlah siswa dari kedua jenjang pendidikan formal kabupaten Pati. Jumlah siswa SD/MI di sana mencapai 138.836 orang, sedangkan jumlah siswa SMP/ MTs hanya 55.510 orang atau selisih sekitar 83.326 orang.

Sumber Balitbang Diknas 2000/2001 menunjukkan bahwa secara nasional sasaran pendidikan umur 7 - 12 tahun mencapai 25.857.117 anak. Angka partisipasi murni (APM) berjumlah 24.434.976 anak. Sasaran pendidikan usia 7-12 tahun yang tidak terlayani berjumlah 1.422.141 anak (5,50%).

Sasaran pendidikan umur 13 - 15 tahun berjumlah 13.095.083 anak. Angka partisipasi murni (APM) berjumlah 7.293.961 orang. Sasaran pendidikan usia 13 - 15 tahun yang tidak terlayani mencapai 5.801.122 orang (44,30%).

Dengan kondisi seperti itu, keberhasilan program wajar 9 tahun perlu didukung penyelenggaraan pendidikan nonformal, seperti kejar paket. Pendidikan nonformal dapat mengatasi keterbatasan sekolah.

Pendidikan nonformal dapat diikuti oleh peserta lebih fleksibel, dari anak-anak, remaja, hingga orang dewasa; biaya lebih terjangkau dan waktu penyelenggaraan dapat disesuaikan. Bagi yang bekerja, tidak harus meninggalkan pekerjaannya. Pendidikan nonformal dapat diselenggarakan pada pagi hari, sore atau bahkan malam hari.  Kesuksesan  program wajib belajar tersebut di dasarkan faktor, antara lain tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan cukup tinggi. Selain itu, banyaknya  industri yang muncul dan merekrut karyawannya dengan standar pendidikan minimal SMP. Hal ini yang mendorong masyarakat harus sekolah hingga tamat SMP sederajat.

Keberhasilan program wajar sembilan tahun juga didukung oleh dorongan para pendidik dan pengelola, baik untuk pendidik formal maupun non formal untuk mengajak masyarakat sadar akan pentingnya pendidikan.

Munculnya sekolah-sekolah di tengah masyarakat terutama di pedesaan, dapat  memudahkan masyarakat untuk mengakses pendidikan. Keberhasilan program tersebut karena adanya bantuan operasional sekolah (BOS) dari pemerintah untuk tingkat SD dan SMP yang memberikan biaya gratis kepada siswa. Wajib Belajar  9 Sulit TerwujudVisi dan misi yang hendak memberlakukan wajib belajar (wajar) pendidikan dasar (dikdas) 9 tahun, tampaknya belum bisa diwujudkan dengan mudah tahun depan. Tidak ada dukungan nyata untuk itu.

Ketua Komisi D DPR HM Sutriyono, mengatakan bahwa eksekutif, dalam hal ini Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) belum terlihat serius dalam upaya mewujudkan wajar 9 tahun sebagaimana yang dicanangkan bupati Kudus.

"Itu bisa terlihat dari Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) 2010 yang kita bahas beberapa waktu lalu. Yang direncanakan tidak selaras dengan visi misi bupati," jelasnya kemarin (19/8).

Misalnya saja dalam hal anggaran. Sutriyono mengatakan bahwa jumlah anggaran pendidikan yang diajukan, mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun lalu. "Dan tidak ada sama sekali dianggarkan Disdikpora yang kaitannya dengan wajar 9 tahun tadi. Kita tidak melihatnya secara nyata bagaimana bentuk implementasi wajar 12 tahun itu," tuturnya.

Bahkan, menurut Sutriyono, penurunan anggaran tersebut dinilai cukup signifikan dibandingkan pada tahun 2009 ini. Baik itu di belanja operasional maupun pengadaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan.

Dicontohkan Sutriyono, perbandingan anggaran pendidikan belanja langsung tahun 2009 adalah Rp 56,85 miliar. Sedangkan pada KUA-PPAS 2010, berkurang menjadi Rp 41,61 miliar.

"Banyak kegiatan atau program pendukung wajar 9 tahun yang anggarannya sangat minim. Misalnya saja laboratorium bahasa dan laboratorium komputer. Padahal, ini adalah program berkelanjutan yang sangat dibutuhkan siswa," paparnya.

Ditambah lagi, upaya untuk memberdayakan siswa maupun guru, juga tidak terlihat pada KUA-PPAS 2010. Misalnya saja untuk beasiswa yang ternyata juga tidak maksimal.


Tabel Perbandingan APK dan APM di 10 kabupaten/kota di Jawa Tengah

           
Berdasarkan data dari Dinas Pendidikan Republik Indonesia mengenai APM /APK, tiga kabupaten/kota di Jawa Tengah menduduki sepuluh besar kabupaten/kota yang memiliki APK/APM tertinggi, yaitu Magelang, Semarang , dan Surakarta. Sedangkan Grobogan menjadi daerah yang memiliki APM paling kecil di provinsi Jawa Tengah.

Catatan : Angka Partisipasi Murni (APM) adalah persentase siswa dengan usia yang berkaitan dengan jenjang pendidikannya dari jumlah penduduk di usia yang sama.

APM menunjukkan partisipasi sekolah penduduk usia sekolah di tingkat pendidikan tertentu. Seperti APK, APM juga merupakan indikator daya serap penduduk usia sekolah di setiap jenjang pendidikan. Tetapi, jika dibandingkan APK, APM merupakan indikator daya serap yang lebih baik karena APM melihat partisipasi penduduk kelompok usia standar di jenjang pendidikan yang sesuai dengan standar tersebut.

Jawa Tengah Juara Umum Pemilihan Guru, Kepala Sekolah, Pengawas Berprestasi dan Guru SLB Berdedikasi Nasional

Jawa Tengah kembali menorehkan tinta emas dalam Pemilihan Guru, Kepala Sekolah, Pengawas Berprestasi dan Guru SLB Berdedikasi Tingkat Nasional, 11-18 Agustus 2010 di Jakarta. Dari 11 orang yang mewakili Provinsi Jawa Tengah, 7 orang mendapatkan medali, antara lain 3 emas, 2 perak dan 2 perunggu. 3 medali emas  tersebut diperoleh melalui Drs. Suyanto, M.Pd, Kepala SMA Negeri 1 Kabupaten Demak, TH Sri Rahayu, S.Pd, Guru SD Negeri Mangunsari 01 Kota Salatiga dan Sri Wahyuni, M.Pd. Guru SMA Negeri 4 Kota Semarang. Sementara 2 Medali Emas diperoleh melalui Laila Kurniati, S.Ag Kepala TK Al Azhar 16 Kabupaten Cilacap dan Drs. Salimudin, M.Pd Pengawas TK/SD Kabupaten Brebes,  Sedangkan 2 Medali Perunggu  diperoleh melalui Sapto Legowo, S.Pd, M.Pd, Kepala SDN Peterongan 03 Kota Semarang dan Drs. Suriyanto, M.Pd Kepala SMP Negeri 1 Tawangmangu Kabupaten Karanganyar. Demikian dijelaskan Kepala Bidang Pengembangan Pendidik dan Tenaga Kependidikan ( PPTK ) Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah, Drs. Aufrida Kriswati, beberapa waktu lalu di ruang kerjanya



KOTA MAGELANG


Kota Magelang adalah salah satu kota  di provinsi
Jawa Tengah. Kota ini terletak di tengah-tengah kabupaten Magelang. Kota Magelang memiliki posisi yang strategis, karena berada di jalur utama Semarang-Yogyakarta. Magelang berada 75 km sebelah selatan Semarang, atau 43 km sebelah utara Yogyakarta.

Kota Magelang terdiri atas 3 kecamatan, yakni Magelang Utara, Magelang Selatan dan Magelang Tengah , yang dibagi lagi sejumlah kelurahan[1].

Kota Magelang merupakan daerah dengan pendidikan yang paling maju di Karesidenan Kedu, bahkan di Jawa Tengah pun masih bisa eksis. Kota Magelang selalu menduduki peringkat 5 besar di Jawa Tengah dan berhasil mengalahkan daerah-daerah lain yang cukup favorit.

Di Kota Magelang terdapat sejumlah institusi pendidikan ternama, di antaranya, SMU Negeri 1 Magelang, SMK Yudya Karya Magelang, SMP Negeri 1 Magelang yang telah menerapkan teknologi CCTV di tiap ruang kelasnya, SMP Negeri 5 Magelang sebagai salah satu Sekolah Standar Nasional, SMA Taruna Nusantara yang siswanya berasal dari seluruh nusantara,dan SMK Negeri 1 Magelang yang menjadi pusatnya WAN (Wide Area Network) di kota ini. Ada pula Akademi Militer (AKMIL), sekolah calon perwira yaitu TNI Angkatan Darat bernama Akademi Angkatan Darat (dahulu AKABRI). AKMIL merupakan tempat seleksi Tiga Angkatan TNI sebelum diterima di AAD (Magelang), AAU (Yogyakarta) dan AAL (Surabaya). Presiden Susilo Bambang Yudhoyono merupakan alumni sekolah ini.

Perguruan tinggi swasta lainnya adalah: Universitas Muhammadiyah Magelang (termasuk Akademi Kebidanan Muhammadiyah, Akademi Keperawatan Muhammadiyah, dan Politeknik Muhammadiyah), Universitas Tidar Magelang, serta STMIK Bina Patria serta Akademi Tirta Indonesia yang merupakan akademi tirta satu-satunya di Indonesia.

 


 

WAN Kota Magelang

WAN Kota Magelang ditujukan untuk mengantisipasi tuntutan Kurikulum 2004, khususnya pembelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Pada awalnya, WAN Kota Magelang hanya beranggotakan 9 sekolah dan Dinas Pendidikan. Pada tahun 2005 keanggotaan WAN Kota ditingkatkan menjadi 29 sekolah ditambah Dinas Pendidikan. Tahun 2006 keanggotaannya berkembang menjadi 48 sekolah - dari SD, SMP hingga SMA/SMK baik negeri maupun swasta - ditambah Dinas Pendidikan, Perpustakaan Daerah, dan Desa Buku Taman Kyai Langgeng. Dengan demikian keanggotaan WAN Kota Magelang sekarang ini telah mencapai 51 institusi pendidikan.

Keberadaan WAN Kota Magelang tidak hanya difungsikan sekedar kebutuhan komunikasi internal (intranet) saja, tapi telah dikembangkan pula untuk akses Internet dengan merangkul perusahaan jasa ISP, yakni SoloNet.

Bahkan di tahun 2007 ini, koneksi internet di 51 institusi yang tergabung dalam Komunitas WAN Kota telah pula terkoneksi ke Jejaring Pendidikan Nasional (JARDIKNAS), yang memungkinkan koneksi internet semakin melebar

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

SURAKARTA

Training And Educational Program

* Peningkatan kualitas dan pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)

* Peningkatan kualitas dan pembinaan pendidikan informal - non formal

* Peningkatan kelayakan sarana dan prasarana pendidikan

* Pemenuhan biaya pendidikan dengan bantuan operasional sekolah (BOS) dan pemberia   beasiswa bagi siswa dari keluarga tidak mampu maupun siswa berprestas

* Meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan meliputi  : kurikulum, bahan ajar dan model pelaksanaan pendidikan.

* Pemenuhan standart kualitas dan kompetensi guru sesuai yang disyaratkan (ISO)

* Pengembangan sekolah plus (SD, SMP dan SMK) untuk warga tidak mampu.

* Komitmen anggaran menuju alokasi 20 % dari APBD secara berkelanjutan.

* Penerimaan siswa Baru (PSB) online-----Bantuan Pendidikan Masyarakat.

 

 

 












SEMARANG

Semarang adalah ibukota dari Jawa tengah. Juga termasuk kota tertua di Indonesia. Sebagai kota Metropolitan dan ibu kota Propinsi Jawa Tengah, Semarang juga memiliki fasilitas yang sangat memadai. Disini terdapat fasilitas pelabuhan, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan , fasilitas perbelanjaan ,kawasan bisnis dll.
Dengan pelabuhannya yang terkenal sejak jaman Belanda, Semarang merupakan kota yang ideal sebagai gerbang masuk menuju kota-kota lain di Jawa Tengah. Berbagai kegiatan bongkar muat terjadi di pelabuhan Tanjung Emas Semarang untuk kemudian diangkut menuju kota-kota lain. Tak heran bila kemudian Semarang lebih dikenal sebagai Kota Transit daripada Kota Wisata. Padahal Semarang menyimpan begitu banyak keunikan yang bisa dinikmati dan obyek-obyek yang bisa dikunjungi. Sebagai Ibu Kota Propinsi Jawa Tengah, Semarang merupakan pusat industri, perdagangan dan pemerintahan yang mengatur  kota dan kabupaten lainnya. Maka wajar bila kota ini memiliki berbagai fasilitas yang lebih baik dan lebih lengkap dibanding kota-kota lain di Jawa Tengah.
Walaupun menjadi tempat pusat perbelanjaan, nyatanya di kota semarang ini masnyarakat masih memiliki kesadaran yang cukup tinggi. Masnyarakat semarang juga sangat menghargai pendidikan, di samping memang masnyarakat Semarang memiliki penghasilan per kapita yang cukup tinggi. Hal itu disebabkan karana Semarang adalah ibukota dari Jawa tengah. Semarang berusaha memberi contoh kepada kab/kota lainnya untuk memajukan pendidikan jawa tengah. Anggaran pendidikan di Kota Semarang tertinggi di banding dengan kabupaten dan kota lainnya di Jawa Tengah dimana total anggaran urusan pendidikan Tahun 2009 telah melebihi 20 persen dari total APBD.

"Soal pendidikan, kita sangat konsentrasi dan di Jateng kita tertinggi," kata Wali Kota Semarang Sukawi Sutarip dalam laporan keterangan pertanggungjawaban Wali Kota Semarang Tahun 2005-2009 di Semarang, Senin.

Sukawi mengatakan, alokasi dana yang disediakan untuk program pendidikan Tahun 2005-2009 sebesar Rp369,9 miliar. Anggaran tersebut terserap Rp341,6 miliar atau 92,34 persen. Sementara angka putus sekolah Tahun 2005-2009 terus mengalami penurunan. SD Tahun 2005 angka putus sekolah ada 151 anak, 2006 (105 anak), 2007 (63 anak), 2008 (32 anak), dan 2009 (31 anak). Angka putus sekolah untuk SMP Tahun 2005 (344 anak), 2006 (287 anak), 2007 (281 anak), 2008 (22 anak), dan 2009 turun menjadi 21 anak. Untuk angka buta aksara, lanjut Sukawi, juga berhasil ditangani selama Tahun 2005-2009, dimana Tahun 2005 jumlah penduduk yang berhasil ditangani 2.303 orang (perempuan 1.810 orang dan laki-laki 493 orang). Tahun 2006 yang ditangani sebanyak 3.860 orang (perempuan 2.968 orang dan laki-laki 892 orang).

Tahun 2007 jumlah penduduk yang berhasil ditangani dari buta aksara sebanyak 6.187 orang (perempuan 4.831 orang dan laki-laki 1.356 orang). Tahun 2008 ada 8.026 orang yang berhasil ditangani dari buta aksara (perempuan 6.321 orang dan laki-laki 1.705 orang). Tahun 2009 ada 906 orang (perempuan 760 orang dan laki-laki 146 orang).


Jadi wajar saja apabila Semarang mampu menjadikan dirinya kota yang sukses dalam wajib belajar.  

 

GROBOGAN


Grobogan merupakan kabupaten dengan luas nomor 2 di Jawa Tengah.
Berikut adalah data mengenai pendidikan wajib belajar di Kabupaten Grobogan:
TIDAK SEKOLAH SEBANYAK 89.819 ORANG (7,85 %)
BELUM TAMAT SD 200.929 ORANG (17,57%)
TIDAK TAMAT SD 98.761 ORANG (8,64 %)
TAMAT SD 590.413 ORANG (51,63 %)
TAMAT SLTP 97.648 ORANG (8,54 %)
TAMAT SMU / SMK 59.361 ORANG (5,19 %)
TAMAT AKADEMI / PERGURUAN TINGGI 6.712 ORANG (0,59 %)

 Berikut adalah data mengenai pekerjaan penduduk Grobogan dalam persen :
PERTANIAN ADALAH YANG TERBESAR MENCAPAI 73.72 %
PENGUSAHA 2,20 %
BURUH INDUSTRI / KONSTRUKSI 7,06%
PEDAGANG 5,06%
PEGAWAI NEGERI SIPIL / TNI / POLRI 3,1 %
PENSIUNAN 0,98 %
LAINNYA 7,87 %
DARI JUMLAH PENDUDUK YANG BEKERJA SEBESAR 722.708. SEDANGKAN PENDUDUK YANG BEKERJA DIBANDING DENGAN JUMLAH PENDUDUK USIA PRODUKTIF ADA 77,69%

faktor yang menyebabkan grobogan memilikin apm terendah :

1.      adat istiadat/ tradisi yang masih menekankan bahwa hidup untuk bekerja jadi tidak perlu bersekolah /atau yang penting bisa baca tulis

2.      Rendahnya mata penghasilan

3.      Kurangnya kesadaran dari penduduknya sendiri


 


                                                                   BAB III

       PENUTUP

           

      3.1  Kesimpulan

Secara nasional pemerintah mencanangkan tuntas wajib belajar sembilan tahun pada 2009, tapi Jateng berkomitmen untuk lebih awal yakni 2007. Ketuntasan di Jateng merupakan akumulasi kesuksesan pelaksanaan pendidikan di kabupaten/kota . Namun nyatanya program ini sepenuhnya berhasil. Mengingat masih ada 2.98% penduduk yang belum bisa baca/tulis.

 

     3.2   Saran

Pembangunan pendidikan merupakan upaya menuju peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) dan masyarakat Indonesia untuk mewujudkan tercapainya salah satu tujuan nasional, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa artinya meningkatkan kecerdasan kognitif dan kecerdasan emosional. Selain itu juga pemerintah harus menyediakan fasilitas yang memadai,sarana dan prasarana yang baik.

Untuk itu marilah kita bersama-sama mendukung setiapkeijakan dan kegiatan demi meningkatkan kualitas pendidikan,

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Anonimous/2010/Magelang/www.magelangkota.go.id
Anonimous/2009/Pusat Statistik Pendidikan, Balitbang Depdiknas Tahun          
               2009/www.google.com
Gumono/2010/pendidikan/Blog pada WordPress.com. /19 september  
           2010
Nur Istibsaroh/2010/ http://www.antarajateng.com./06 april 2010

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 







WAJIB BELAJAR 9 TAHUN di PROVINSI JAWA TENGAH
(Makalah Diskusi Dasar-Dasar Pendidikan)

Oleh :

Fiska Aulia R                                       (1013024035)
Mira Olivia HR                                                (1013024047)
Primasari Pertiwi                                  (1013024053)
Nurmala                                               (1013024015)
Ginda Mutiara Subing                          (1013024009)

                                                                   



PENDIDIKAN BIOLOGI
PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2010

KATA PENGANTAR

 

 

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya kepada kita semua. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi dan Rosul terakhir Muhammad Saw, sahabat dan pengikut setianya sampai akhir ini.

Kami ucapkan alhamdulillah atas tersesainya makalah diskusi dasar-dasar pendidikan dengan judul “Wajib Belajar 9 Tahun di Provinsi Jawa Tengah”.

Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah terlibat maupun mendukung dalam penbuatan laporan ini.

Kami sebagai manusia yang tak luput dari kesalahan, memohon maaf apabila dalam laporan ini terdapat kesalahan. Semoga laporan tersebut dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua.

 

 

 

                                                                                                                                                                                                                                                                        Penulis

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR ISI

 

 

 

JUDUL                                                                                                                       i

KATA PENGANTAR                                                                                               ii

DAFTAR ISI                                                                                                              iii

 

BAB I PENDAHULUAN                                                                                         1

Latar Belakang Masalah                                                                                             1

Masalah                                                                                                                       2

Identifikasi Masalah                                                                                                   2

Pembatasan Masalah                                                                                                   3

BAB II PEMBAHASAN                                                                                          4

BAB III PENUTUP                                                                                                   9

            3.1 Kesimpulan                                                                                               11

3.2 Saran                                                                                                         11

DAFTAR PUSTAKA                                                                                                            12

Tidak ada komentar:

Posting Komentar